Terlahir dengan nama “Muhammad Istichori “ dan merupakan
putra ke lima dari keenam bersaudara. Al Maghfurloh dilahirkan pada tahun 1921
di kampung Kadaung, dusun terpencil yang berjarak sekitar 40 km dari pusat Kota
Bogor dan termasuk ke dalam kecamatan Lebak Wangi (sekarang kec. Cigudeg). Pada
saat kanak-kanak, beliau biasa dipanggil oleh orang tuanya dengan panggilan “
Ape ” yang artinya “ Kasep “ Nama
panggilan ini melekat hingga dewasa, sehingga masyarakat Bogor banyak mengenalnya
dengan sebutan Kyai Ape.
Adapun
silsilah keluarga beliau adalah; Garis silsilah dari pihak ayah ; KH. Muhammad
Istichori bin KH. Abdurrahman bin KH. Manarah bin KH. Beran bin KH. Nurjen bin
mas dalem Anggayudha bin. Pangeran Aryawinata ( Pangeran Sumedang ) dan
seterusnya. Sedangkan silsilsh dari pihah Ibu adalah ; Hj. Aemi binti KH.
Asyirun bin KH. Beran dan seterusnya. Dari silsilah tersebut dari pihak ayah
maupun dari pihak ibu masih ada ikatan keluarga dekat, yaitu bersumber dari
keturunan KH. Baran bin Mas Dalem Angga Yudha bin Pangeran Aryawinata (
Pangeran Sumedang ).
Seperti
halnya Al Maghfurloh, saudara-saudara beliau pun bergarak dalam dunia Da’wah
dan mereka pun merupakan tokoh masyaraka. Adapun saudara-saudara beliau adalah; Kakak; 1). Alm. Hj Suaibah, 2). Alm.
KH.Kholil, 3). Alm. KH. Adra’I, 4). Alm. Hj. Zuhro, Adik Alm. KH. Muhammad
Basri.
Sebagaimana
nini mamaknya yang lain, ayahanda beliau pun ( Al_Maghfurloh KH. Abdurrahman
)disamping mengelola pesantren ( yang merupakan peninggalan nini mamaknya dan
dikelola secara turun temurun sampai dengan sekarang ) dalam menghidupi
keluarganya adalah dengan bertani dan berternak ikan. Hal ini merupakan
refleksi dari keinginannya untuk memiliki putra
putri yang sholih dan sholihah serta keyakinannya bahwa pekerjaan yang
paling halal adalah bertani. Keyakinan tersebut terbukti bahwa keluarga beliau
(Al-Maghfurloh KH Aburrahman ) terutama yang laki-laki telah menjadi ulama yang
menjadi teladan masyarakat.
2. Riwayat
Pendidikan dan Perjuanagan
A. Riwayat Pendidikan
Al_Maghfurloh hanya mengenyam pendidikan formal
sampai kelas 2 (Dua ) sekolah Rakyat, selebihnya beliau dididik oleh
ayahandanya. Baru kemudian setelah usianya 11 tahun beliau di kirim ke
pesantren Nurul Falah di petir serang, dan selanjutnya meneruskan ke
pesantren-pesantren lain di pulau jawa.
Sebagai seorang yang haus akan ilmu
pengetahuan, beliau senantiasa belajar kepada orang-orang yang ahli pada
bidangnya. Hal ini tidak hanya berlangsung ketika usianya masih muda namun sampai
akhir hayatnya pun senantiasa belajar atas masalah yang kurang atau yang belum
di kuasainya. Kecintan beliau akan ilmu menjadikan beliau sebagai orang yang
tawadhu, sehingga beliau tidak segan belajar kepada orang yang jauh lebih muda
sekalipun darinya.
Adapun pesantren-pesantren tempat beliau belajar dan mukim
minimal satu (1) tahun antara lain : 1). Pesantren Nurul Falah; 2).Pesantren Buntet,
di Cirebon; 3). Pesantren Ternas, di Jawa Timur; 4). Pesantren Pasuruan, Jawa
Timur; 5). Pesantren Gentur, di Cianjur; 6). Pesantren Gunung Kawang, Tasikmalaya;
7). Pesantren Kudang, Tasikmalaya; 8) Pesantren Cibarusah. Bekasi; 9).
Pesantren Gunung Puyuh, Sukabumi; 10). Pesantren Garisul, Jasinga Bogor; 11).
Pesantren Kabagusan, Tenjo Bogor. Sedangkan pesantren tempat beliau belajar
dibawah satu tahun tidak terhitung jumlahnya, sebab beliau mempunyai kebiasaan
jika menemukan masalah atau cabang suatu ilmu yang belum di fahaminya, beliau
akan berguru kepada yang dianggapnya ahli dan tinggal selama beberapa hari atau
beberapa bulan hingga beliau faham dan menguasainya.
Kecintaannya akan ilmu tergambar dari sikapnya yang sangat
menghormati orang-orang alim. Hal ini terlihat dari perlakuanya yang ta’zim
terhadap mereka. Sebagai ungkapan rasa cinta dan ta’zim, terhadap Guru, beliau juga
memperlakukan keluarga gurunya sama seperti kepada sang Guru. Sehingga tidak
sungkan mencium tangan putra (laki-laki ) gurunya saat bersalaman.
B. Riwayat
Perjuangan
Perjuangan yang
dilakukan oleh Al-Maghfurloh dapat dibagi kedalam 3 (tiga) priode, yaitu : 1).
Masa Revolusi, 2). Setelah Merdeka, 3). Orde Baru.
1. Masa Revolusi
Seperti halnya para
pemuda pad masa itu, Al-Maghfuloh pun turut andil bagian dalam merebut dan
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, dimana pada saat itu beliau
sedang menuntut ilmu dipesantren. Dikarnakan panggilan perjuangan merebut kemerdekaan
memanggilnya, beliau segera bergabung dalam Laskar Hizbullah, dan ketika
berusia 21 tahun beliau menjadi salah satu komandan regu di daerah Bogor barat.
Aktivitasnya dalam perjuangan bersenjata menjadikan beliau sebagai orang yang
dicari-carioleh Belanda, sehingga kitab-kitab pelajarannya menjadi sasaran
mereka dan habis dihancurkan oleh mereka.
Disamping
perjuangan dengan mengangkat senjata dalam melawan penjajah, beliau senantiasa
mengadakan pertemuan-pertemuan dalam bentuk pengajian dengan sesama pejuang dan
masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk mengelabui musuh. Adapun dari
pengajian yang dilaksanakan adalah berupa :
a.
Pengembangan mental para
pejuang dan masyarakat
b.
Mengatur taktik dan
strategi bertempur
c.
Rapat-rapat
d.
Lain-lain
2. Setelah Merdeka
Pada masa pasca kemerdekaan ini,
Al-Maghffurlah aktif membina masyarakat, baik melalui pengajian-pengajian
maupun melalui organisasi, yaitu masyumi dan kemudian bergabung dengan Nahdltul
Ulama.
Selain itu, pada tahun
1946 s/d 1948 akhir, beliau pernah memegang tampuk pemerintahan yaitu menjadi
Camat Revolusi didaerah Lebak Wangi, yang pada waktu itu meliputi wilayah
Jasinga, Parung Panjang, Cigudeg dan Tenjo dan berpusat di Desa Rengas Jajar.
Ketika terjadi genjatan
senjata dengan pihak belanda dan seluruh pasukan dilebur kedalam TNI serta
dikirim ke Sumbawa dan daerah lainya, beliau memilih mengundurkan diri dari
pasukan perang dan lebih mengkonsentrasikan diri dalam pembinaan mental spiritual masyarakat. Untuk lebih
mengefektifkan pengabdianya dalam dunia Da’wah dan pendidikan umat, serta untuk
mendidik dirinya sendiri agar mampu mandiri, maka pada tahun 1952 Beliau
merintis pendirian Pesantren “Nurul Falah” yang dilengkapi dengan Madrasah
Ibtidaiyah di desa Sindang Pala kecamatan Semplak.
Adapun pada masa
Orde Lama, beliau aktif dalam Organisasi Politik, yaitu menjadi anggota Masyumi
yang kemudian mengundurkan diri dan memilih bergabung dengan Nahdlatul Ulama.
Aktifitas dalam organisasi tersebut telah mewarnai pola fikir beliau. Seperti
yang telah diketahui, bahwa beliau adalah orang yang sangat terbuka terhadap
perbedaan pendapat. Beliau pernah mengatakan bahwa “ kemampuanya dalam
bertukar fikiran (mengadu argumentasi dalam mencari), kelapangan dada dalam perbedaan pendapat, diperoleh dari
didikan organisasi”.
3. Masa Orde
Baru
Sebelum mengundurkan diri
dari kegiatan organisasi masyarakat dan politik, Almaghfurlah KH. Istichori
bersama-sama dengan KH. Zabidi (Allahuyarham) membidani kelahiran Nahdlatul
Ulama Kabupaten Bogor yang pada waktu itu masih satu kesatuan pengurus dengan
Kota Bogor. Disamping itu beliau merupakan salah seorang ulama yang turut serta
membidani kelahiran Majlis Ulama Jawa Barat, yang kelak menjadi cikal bakal
MUI.
Setelah mengundurkan
diri dari kegiatan politik praktis, beliau lebih mengkonsentrasikan diri dan
mengabdikan seluruh kehidupanya bagi kemajuan pendidikan umat Islam. Dimana
selain mengasuh dan membina pondoknya sendiri, pada tahun 1967 sampai beberapa
tahun lamanya beliau menjadi dosen di IAIN Syarif Hidayatullah Bogor, juga
mengisi pengajian-pengajian rutin atau sebagai guru di pesantren,
Majlis-majlis Ta’lim, masjid dan tempat
lainya diberbagai daerah yang dilakukan hingga akhir hayatnya.
Kegiatan lain yang sering beliau
lakukan adalah senantiasa belajar dan mempelajari ilmu agama dengan langsung
mendatangi orang-orang yang dianggapnya ‘Alim. Beliau juga sering mengikuti
seminar dan lokakarya baik sebagai nara
sumber maupun peserta, hal ini dilakukanya dalam rangka Tafaqquh fiddin dan
Da’wah Islamiyah.
Pengalaman
Almaghfurlah dalam dunia organisasi dan politik praktis menjadi bekal baginya
dalam membina ummat. Beliau senantiasa berusaha berada ditengah-tengah semua
golongan, yaitu dengan tujuan agar ummat tidak terpecah belah oleh firqoh
politik dan perbedaan mazhab. Sikap ini diimplementasikan dalam kebijakanya
dalam mengelola Pondo Pesantren Darut Tafsir,
sehingga Pondok Pesantren Darut Tafsir merupakan lembaga yang tidak
berafliasi dengan Organisasi keagamaan dan politik manapun, atau “ La
syarqiyyah wa la Ghorbiyyah”.
Setelah upaya merintis pendidikan Pesantren Nurul falah di
Sindangpala Kecamatan Semplak berjalan beberapa waktu, maka pada akhir tahun
1971 dengan modal hasil penjualan sawah dan rumah peninggalan ayahanda istri
beliau (Hj. Rasmani) beliau merintis kembali pendirian pesantren yang diberi
nama “Darut Tafsir” di desa Gunung Batu kecamatan Ciomas, dan sekitar tiga
tahun kemudian, yaitu pada tanggal 5 Mei 1974 beliau memboyong seluruh keluarga
dan santrinya ke desa Cibanteng
Kecamatan Ciampea. Hal ini dilakukan untuk lebih mengembangkan pesantren,
karena di tempat yang lama tidak memungkinkan untuk pengembangan lebih lanjut.
3. Pandangan
Hidup dan Karya Tulis
A. Pandangan
Hidup
Dilihat dari apa yang menjadi pengalaman dan kebijakan
Almaghfurlah dalam membina masyarakat, pola perjuanganya dalam menegakkan
kalimah tauhid dan hidup keseharian serta pola fikir dan idealismenya, dapat
digambarkan pandangan hidup beliau antara lain:
- Keutamaan manusia terletak dari seberapa ia memahami ajaran Allah dan Rosul-Nya dalam rangka mengamalkan ajaran agama secara utuh.
- Luasnya Ilmu Allah, menuntut manusia untuk senantiasa belajar dan berusaha mengemalkanya sepanjang hidup
- Pengabdian dalam menegakkan ajaran Islam harus selalu dilaksanakan pada setiap kesempatan, pada situasi dan kondisi yang bagaimanapun sepanjang hidup dan dilakukan dengan bijaksana (bilhikmah )
- Untuk terbentuknya ummat yang berkualitas dan menjadi contoh umat lain, haruslah melalui pembinaan dan pendidikan yang bermutu pula.
- Persatua dan Kesatuan ummat lebih penting diatas kepentingan
golongan baik politik maupun agama .
- Untuk melahirkan ummat yang berkualitas diperlukan pendidikan yang mampu memadukan secara harmonis antara akhlaq, ilmu agama dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainya.
B. Karya Tulis
1. Kitab / Buku
a.
Pelengkap Ilmu Tafsir
b. Ulumul
Qur’an
2. Karya Ilmiah / Makalah
a. Peran akal
dalam menafsirkan Alqur’an
b. Metode
Pengkajian Alqur’an
c. Hikmah Puasa
d. Keutamaan
pribadi para sahabat
e. Riwayat Hidup Imam Syafi’i
f. Jalan pikiran Imam Al-Ghozali
4. Wafat
Beliau wafat pada
tanggal 23 Muharram 1416 Hijriyah atau tepatnya pada tanggal 22 Juni 1995
Masehi dan dimakamkan dipemakaman Pondok Pesantren samping masjid PP. Darut
Tafsir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar